PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses penting dalam pembentukan karakter, karakter bangsa yang baik menandakan bahwa sistem pendidiknnya juga baik. Bagaimana seseorang dinilai sebagai orang yang memiliki karakter baik. Hal itu bisa dilihat dari bagaimana dia berperilaku, memperlakukan orang lain, dan juga pola pikirnya. Perilaku itu muncul tanpa adanya kesadaran bertindak, perilaku mengalir begitu saja karena dari kebiasaan dan lingkungan yang membentuk itu. Untuk membentuk karakter yang baik, yaitu dengan cara pendidikan. hal ini sesuai dengan pendapat Al-Attas (1979:1) menghendaki tujuan pendidikan adalah lahirnya manusia yang baik, yang meliputi sikap, attitude, pola pikir, dan perilaku. Memiliki attitude penting bagi seorang pelajar apalagi sebagai mahasiswa sebagai kaum intelektual.
Dilihat dari sejarah pendidikan di Indonesia, tidak lepas dari peran penting Pondok Pesantren. Sistem pengajaran Pondok Pesantren bermula dari didikan akhlak atau karakter. Hal ini dibuktikan dengan adanya sekatan antara santri dan santriwati untuk menghindari pergaulan bebas, juga rasa ta’dzim atau rasa hormat kepada kiyainya. Berbeda halnya dengan mahasiswa, kita lihat banyak mahasiswa melakukan pergaulan bebas, atau bahkan menjual diri dalam sebuah prostitusi. Rasa hormat kepada dosen juga sangat jauh, bahkan ada yang berani mendebat. Padahal kampus kita yang notabene nya kampus Islam, seharusnya memiliki karakter dan akhlak keislaman.
Setelah pendidikan karakter, di Pondok Pesantren tentunya juga diajarkan untuk perbanyak baca, hafalan, dan juga menjelaskan apa yang sudah dibaca atau dikaji. Hal ini tidak lepas dari kegiatan literasi yaitu baca, tulis, menyampaikan atau menjelaskan. Di sini lagi- lagi Pondok Pesantren yang menjadi tolak ukur kualitas pendidikan kita saat ini.
Tokoh pertama kali yang mendirikan pesantren sebagai media pendidikan adalah Maulana Malik Ibrahim pada abad ke-15 Masehi. Beliau menggunakan masjid dan pesantren untuk mengajarkan ilmu agama. Akhirnya melahirkan tokoh-tokoh Walisongo. Pendidikan di Indonesia dulu juga pernah dikenalkan oleh para ulama dan para kiyai di pondok pesantren.
K. H. Hasyim As’ari sebagai pengasuh pondok pesantren Tebu Ireng Jombang pada 1899-1947. Beliau Menitikberatkan pada kegiatan literasi, hal ini sesuai dengan turunnya wahyu pertama kali kepada Nabi Muhammad SAW. Yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5 yang menjelaskan tentang perintah membaca “iqra” bacalah!.
Wakil ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar mengungkapkan, literasi Indonesia berdasarkan data UNESCO, berada di urutan kedua dari bawah. Minat baca bangsa Indonesia saat ini sangat rendah. Apalagi, pandemic Covid-19 terus menggerus minat baca. “Literasi yang rendah berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas negara, yaitu jumlah output yang dihasilkan negara tersebut dalam satu periode,” kata Gus Ami, sapaan akrab Muhaimin, dalam rilisnya, Kamis (23/4/2021).
Secara sederhana literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis. Kita mengenalnya dengan melek aksara atau keberaksaraan. Namun sekarang ini litearsi memiliki arti luas. Seseorang bisa dikatakan literat jika ia sudah memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu sesuai pemahamannya terhdap isi bacaan tersebut.
Data dari UNESCO menyebutkan, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, yaitu hanya 0,001%. Artinya dari 1000 orang Indonesia, Cuma 1 orang yang rajin membaca. Makanya berita Hoaks banyak menyebar di Indonesia. Mereka tidak membaca, memahami, mengevaluasi, dan menyaring informasi. Bahkan mahasiswa sebagai pelaku intelektual masih banyak yang kurang baca dari informasi yang diterima, mereka langsung share tanpa mempertimbangkan akibat yang akan terjadi.
Lalu seperti apa sistem pendidikan yang berkualitas itu.?
Pendidikan karakter dan budaya literasi
Untuk mewujudkan pendidikan berkualitas tentu harus melihat permasalahan yang terjadi di Indonesia terlebih dahulu. Fenomena ayam kampus dan juga kurangnya literasi di kalangan mahasiswa sebagai pelaku intelektual.
Kompas.com, Serang, Jum’at- Puluhan siswi dan mahasiswi aktif diduga terlibat dalam jaringan prostitusi terselubung di Provinsi Banten. Umumnya kegiatan itu tidak diketahui orangtua karena mereka melakukan perbuatan asusila itu pukul 15.00 – 21.00. pelanggannya bukan hanya masyarakat umum, tetapi juga kalangan pejabat. Bersama suaminya, Iwan, mamih memiliki sekitar 20 anak asuh yang berasal dari kalangan pelajar putri dari tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga mahasiswi. Sebagian besar dari mereka masih aktif bersekolah atau kuliah. Alasannya karena terdesak kebutuhan ekonomi.
Sistem perekrutannya dari mulut kemulut. Biasanya pelajar terjun ke dunia prostitusi karena dikenalkan temannya yang sudah lebih dahulu menjadi seks komersial.
“Anak- anak yang baru biasanya diajak temannya,” kata Ipda Herlia Hartani, Kepala Unit.
Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Serang, Jum’at (27/2). Ini merupakan permasalahan yang sangat kontras mengingat Banten merupakan sebagian besar umat islam, serta memiliki banyak sarana pendidikan.
Untuk menanggulangi hal seperti itu kita cegah dengan sistem pendidikan yang memfokuskan pada nilai-nilai karakter. Nabi Muhammad SAW., pernah bersabda “Innama bu’itstu liutamima makarimal akhlaq.” Artinya, tidak sekali-kali saya diutus oleh Allah (kecuali) hanya satu untuk menyempurnakan akhlak, untuk membangun akhlakul karimah. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh K. H. Ma’ruf Amin saat menyampaikan kata sambutan secara virtual dalam Maulid Akbar dan Do’a untuk Keselamatan Bangsa yang digelar Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (LD PBNU) di masjid Istiqlal, Kamis (29/10).
Pembentukan karakter meliputi sikap, attitude, pola pikir, dan perilaku. Sikap meliputi adab, rasa tanggung jawab, peduli, kemandirian. Attitude meliputi cara berbicara, bertindak, memperlakukan orang lain. Pembentukan karakter dimulai sejak usia lima tahun ke atas, karena pada umur tiga sampai lima tahun kemampuan nalar seseorang belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar (subconscious mind) masih terbuka dan menerima apa saja stimulus yang dimasukan kedalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua, dan lingkungan keluarga. Dari sinilah awal kali pondasi pembentukan karakter. Karakter tersebut adalah kepercayaan tertentu dan konsep diri. Maka sistem pendidikan berkualitas itu dimulai sejak dini dengan menerapkan pendidikan karakter.
Menurut Jean Piaget seorang psikolog asal Swiss, merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan aturan dalam dua domain yaitu kesadaran aturan dan pelaksanaan aturan dengan berbagai tahapan yaitu:
- sia 0-2 tahun: aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat memaksa.
- Usia 2-8 tahun: aturan disikapi bersifat sacral dan diterima tanpa pemikiran.
- Usia 8-12 tahun: aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.
- Usia 0-2 tahun: aturan diterima hanya bersifat motoric.
- Usia 2-6 tahun: aturan diterima dengan aturan diri sendiri.
- Usia 6-10 tahun: aturan dilakukan sesuai kesepakatan
- Usia 10-12 tahun: aturan dilakukan karena sudah terhimpun.
Berdasarkan teori tersebut, pendidikan sekolah seyogyanya menitikberatkan pada pengembangan kemampuan pengambilan keputusan (decision making skills) dan memecahkan masalah (problem solving) dan membina perkembangan moral dengan cara menuntut peserta didik untuk mengembangkan aturan berdasarkan keadilan/kepatutan. Hal ini guna memberikan didikan awal untuk pembentukan karakter. Sementara dalam sebuah hadits Nabi. Ada beberapa tahapan untuk pemberian edukasi terhadap anak yaitu:
- Tauhid (dimulai sejak 0-2 tahun) Adab (5-6) tahun
- Tanggung jawab (7-8 tahun)
- Peduli (9-10 tahun)
- Kemandirian (11-12 tahun)
- Bermasyarakat (13 tahun keatas)
Setelah pembentukan karakter untuk menciptakan pendidikan berkualitas, tidak cukup dengan memiliki karakter yang baik. Tetapi juga perlu adanya pembelajaran secara teoritis. Untuk menumbuhkan jiwa intelektualitas tentunya harus banyak membaca untuk memperluas ilmu dan wawasan. Hal ini sesuai dengan pernyataan sastrawan terkenal, dengan membaca kita mengenal dunia, dengan menulis kita dikenal dunia.
Kita lihat pendidikan di Indonesia. Jahatnya pendidikan kita adalah ketika setiap anak tidak bisa yakin bahwa dia berbeda dengan orang lain. Bahkan Ki hajar Dewantara pernah bilang bahwa “Padi tidak akan bisa menjadi jagung.” padi ya padi jagung ya jagung jangan di samasamakan. Masalahnya pendidikan kita semua harus distandarisasi itu yang menjadi masalah dengan UN bahwa setiap sekolah berbeda, setiap anak berbeda tapi kalau lulus harus sama.
Einsten pernah bilang “semua anak genius, tapi kalau kamu nilai ikan dari cara dia memanjat pohon, ikan itu akan merasa bodoh seumur hidupnya.” Salah satu ciri bahwa pendidikan di Indonesia masih bermasalah adalah karena beberapa institusi pendidikan memaksa siswanya untuk hafal. Padahal kuncinya bukan itu. Kuncinya adalah faham dan tau bagaimana cara aplikasinya. Seperti contoh seorang supporter persija disuruh untuk menyebutkan pemain sepakbola persija tentu dia akan tahu dan hafal. Padahal tidak diajarkan di sekolah. Kenapa dia hafal? karena dia minat. Maka kuncinya buat para siswa minat dalam pelajaran bukan dipaksa dia suruh hafal. Maka salah satu cara agar siswa mengenal pelajarannya ialah dengan cara membaca. Tumbuhkan minat baca terutama literasi agar siswa mudah belajar dan mengenal pelajarannya.
Tujuan literasi memiliki banyak sekali keuntungan bukan hanya melatih kita untuk gemar membaca tetapi juga untuk menyerap informasi yang dibaca dan dirangkum dengan bahasa yang dipahaminya. Menurut Alberta, literasi bukan hanya sekedar kemampuan untuk membaca dan menulis namun, menambah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dapat membuat seseorang memiliki kemampuan berfikir kritis, mampu memecahkan masalah dalam berbagai konteks, mampu berkomunikasi secara efektif dan mampu mengembangkan potensi dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Beers (2009) dalam literasi sekolah menekankan pada prinsi-prinsip berikut ini:
Program literasi yang baik bersifat berimbang, sekolah yang menerapkan prinsip ini maka akan menyadari bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda-beda satu sama lain. Maka dari itu, diperlukan strategi membaca dan variasi teks.
Diskusi dan strategi bahasa lisan sangat penting, dalam prinsip ini siswa dituntut untuk dapat berdiskusi mengenai suatu informasi tertentu dan dalam diskusi, membuka kemungkinan perbedaan pendapat dan diharapkan dapat mengungkapkan perasaan dan pendapatnya untuk melatih kemampuan berfikir lebih kritis.
Program literasi berlangsung di semua kurikulum, program literasi ditunjukan oleh seluruh siswa jadi tidak bergantung pada kurikulum dan membiasakan kegiatan literasi adalah kewajiban guru semua mata pelajaran.
Keberagaman perlu dirayakan di kelas dan di sekolah, para siswa disediakan buku-buku yang bertemakan kekayaan budaya negara Indonesia agar lebih mengenal budaya yang ada dan ikut melestarikannya.
Jika sudah terlaksana. pertumbuhan minat baca masyarakat akan menjadi meningkat dan bukan hanya jadi budaya. Tetapi juga sebagai kebutuhan yang tidak akan pernah bisa lepas dari kegiatan masyarakat Indonesia.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Pendidikan karakter berpengaruh besar dampaknya, terutama dalam setiap individu itu sendiri. Di samping pendidikan karakter yang baik, juga diperlukan asupan-asupan yang baik. Yaitu dengan membaca informasi serta ilmu yang sedang dipelajari sebagai pengetahuan untuk bekal masa depan. Dan inilah salah satu upaya untuk menciptakan sistem pendidikan berkualitas yaitu dengan pembentukan karakter dan juga budaya literasi. Tumbuhkan minat literasi masyarakat. Karena bukan hanya akan menjadi budaya, literasi juga akan menjadi kebutuhan yang tidak akan pernah bisa ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Di lingkungan keluarga sediakan perpustakaan, adakan diskusi antar keluarga untuk membentuk karakter dan mengasah kritis anak-anak dalam belajar. bukan lagi negara berkembang, Indonesia akan menjadi negara maju dengan sumber daya alam yang melimpah ditambah dengan pendidikan yang berkualitas daya saingnya bisa melebihi negara-negara maju lainnya.
0 Komentar